Rabu, 31 Maret 2010

BILLY GRAHAM vs CHARLES TEMPLETON...!



Kekristenan harus ditolak oleh setiap orang yang mempunyai sedikit rasa hormat terhadap akal sehat
George H. Smith, ateis

Iman Kristiani bukan sebuah lompatan yang irasional. Kalau diteliti secara objektif, pengakuan-pengakuan dalam Alkitab semuanya adalah pernyataan-pernyataan rasional, yang didukung dengan akal sehat dan bukti
Charles Colson, orang Kristen



Billy Graham dan Charles Templeton merupakan dua orang penginjil yang sangat disegani pada dekade tahun 1940-an, sementara Billy Graham terus berkarya bagi Kristus sampai sekarang, sementara kemudian Charles Templeton menjadi seorang agnostik.

Charles Templeton setelah mengalami pertobatan di usia 20-an tahun dan meninggalkan pekerjaannya sebagai staf bagian olah raga di di penerbitan surat kabar Toronto globe demi pelayanan, dia bertemu dengan Billy Graham pada tahun 1945 dalam sebuah acara rally KKR “Youth for Christ” . Mereka berdua tinggal dalam satu kamar dan selalu bermitra dalam selama tur KKR di Eropa, dan saling bergantian mengisi mimbar dalam rali-rali KKR tersebut. Templeton kemudian mendirikan sebuah gereja, dan dalam waktu dekat ruang kebaktiannya yang memuat 1200 kursi membludak. American Magazine pada waktu itu mengatakan bahwa dia “menetapkan sebuah standard penginjilan baru. “ Persahabatannya dengan Billy Graham bertumbuh. “ Dia adalah salah satu dari segelintir orang yang benar-benar kucintai dalam hidupku, “ kata Graham kepada seorang penulis biografinya.
Kemudian pada tahun 1949, kedua penginjil tersebut diserang oleh kebimbangan akan iman mereka ! Seperyi yang kita ketahui, pada masa-,masa tersebut, teologi liberal yang sangat menekankan rasionalitas dalam berteologi sedang sangat populer, dimana dalam pandangan mereka banyak hal-hal dalam inti iman Kekristenan tradisional yang terus diserang dan digugat kebenarannya. Templeton kemudian mulai mengalami keragu-raguan akan iman Kristen yang dipegangnya, “ Aku masih kekurangan keterampilan-keterampilan intelektual dan juga pendidikan teologi yang dibutuhkan untuk menopang keyakinanku, ketika pertanyaan-pertanyaan serta keragu-raguan yang tak terhindarkan mulai menyerangku...Akalku mulai menantang dan kadang-kadang membantah inti keyakinan dari iman kristianiku. “ Sampai kemudian pada satu titik, Templeton kehilangan iman kristianinya.


Hal yang menyebabkan Templeton kehilangan seluruh iman kristianinya adalah sebuah gambar dalam majalah Life, dimana gambar tersebut adalah sebuah potret seorang wanita berkulit hitam di Afrika Utara, yang sedang menggendong anak bayinya yang sudah mati sambil menatap langit dengan tatapan kosong seperti memohon hujan kepada Allah dengan ekspresi putus asa, karena pada waktu itu mereka sedang mengalami kekeringan yang sangat hebat. Templeton memandangi gambar tesebut sambil berpikir, “ Mungkinkah kita percaya ada Pencipta yang penuh kasih dan kepedulian, padahal yang dibutuhkan oleh wanita ini hanya hujan ? “
Bagaimana Allah yang penuh kasih melakukan hal itu kepada wanita ini ? Siapa yang memerintah hujan ? Aku tidak, manusia lain tidak. Dialah yang menguasainya-paling tidak itulah yang kukira pada waktu itu ! “ Ketika Templeton kembali melihat potret wanita itu, dia kemudian merasa tahu bahwa hal itu tidak mungkin terjadi karena ada Allah yang maha pengasih. Tidak ada jalan lain. Siapa lagi kecuali orang jahat, yang tega menghancurkan seorang bayi dan dengan begitu sebenarnya juga membunuh ibunya dengan kepediah-padahal yang dibutuhkan hanyalah hujan ? Itulah Klimaksnya bagaimana templeton menolak iman kristiani yang dipercayainya selama lebih dari 20 tahun.
Dan kemudian Templeton mulai berpikir lebih jauh tentang dunia sebagai ciptaan Allah. Templeton mulai memikirkan tentang berbagai bencana yang melanda bagian-bagian planet ini, dan tanpa pandang bulu membunuh-lebih sering dengan cara yang menyakitkan-semua macam manusia, yang biasa, yang baik dan juga jahat. Tiba-tiba menjadi jelas bagaikan kristal bagi Templeton bahwa tidak mungkin seorang yang punya intelegensia percaya ada Allah yang mengasihi !
Kembali kepada Billy Graham, pada tahun 1949 juga mengalami kebimbangan yang sama, diusia yang masih muda sekitar 30-an tahun, dan telah menjadi seorang penginjil terkenal, Billy mengingat kembali apa yang dikatakan Templeton kepadanya, “ Billy, kamu sudah ketinggalan zaman lipa puluh tahun, orang-orang tidak bisa lagi menerima Alkitab sebagai karya wahyu, seperti yang kamu yakini. Imanmu terlalu sederhana. “ Pada saat yang sama Billy ingat kembali dengan Henrietta Mears yang pebuh iman dan selalu meyakinkan Billy dengan kata-kata yang selalu diulang bahwa Alkitab sangat dapat dipercaya.
Templeton tampaknya memenangkan perang tarik-tarikan itu, kalau aku tidak benar-benar bimbang, paling tidak aku sudah merasa sangat terganggu. “ Kata Billy Graham mengingat kembali saat itu. Billy Graham tahu kalau dia tidak dapat lagi mempercayai Alkitab, dia tidak mungkin maju terus dalam kegiatan pekabaran injil. Pada saat itu The Los Angeles Crusade yang merupakan organisasi penginjilan yang didirikan Billy masih tergantung dalam keseimbangan.
Billy Graham mencari-cari jawabannya dalam Alkitab atas semua yang dikatakan oleh Templeton dan juga keputusan Templeton untuk meninggalkan iman kristianinya, dia berdoa, dia merenungkannya. Akhirnya, dalam pergumulan yang sangat berat di bawah sinar bulan di pegunungan San Bernardino, segalanya mencapai klimaksnya. Dengan menggenggam Alkitabnya erat-erat, Billy Graham berlutut dan mengakui bahwa dia tidak mampu menjawab sebagian pertanyaan filosofis dan psikologis yang diajukan oleh Templeton dan orang lain.
Aku sedang mencoba untuk menjadi setaraf dengan Allah, tetapi masih ada hal-hal yang tak terucapkan, “ tulisnya. “ Akhirnya Roh Kudus membebaskan memerdekakan aku untuk mengucapkannya. “ Bapa, aku menerima ini sebagai FirmanMU-dengan IMAN ! Aku akan mengizinkan imanku mengalahkan pertanyaan-pertanyaan kebimbangan Itelektualku, dan aku percaya bahwa Alkitab ini adalah Firman yang Tuhan wahyukan. “
Ketika Billy Graham bangkit kembali dengan air mata berlinang-linang, dia mengatakan bahwa dia merasakan kuasa Allah yang sudah berbulan-bulan tak dirasakannya. “ Tidak semua pertanyaanku terjawab, tetapi sebuah jembatan besar telah kulalui, “ katanya. “ Dalam hati dan pikiranku, aku tahu sebuah peperangan rohani dalam jiwaku telah terjadi dan aku memenanginya. “
50 tahun kemudian, Billy Graham dalam usianya sudah delapan puluh tahun, sedang bergumul dengan penyakit Parkinson, tetapi dengan tegar dia menatap kerumunan orang dalam RCA Dome di Indianapolis, dan dia berbicara dengan suara tegas dan kuat. Sama sekali tidak ada tanda-tanda keraguan, tidak ada rasa ketidakpastian atau kebingungan, untuk menantang setiap orang menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat mereka ! Sementara itu 200 kilometer dari Indianapolis, Tempeleton yang skeptis dan juga telah berusia lebih dari delapan tahun tinggal di sebuah bangunan pencakar langit, dalam salah satu apartemen kelas menengah di Toronto dengan penyakit Alzheimer yang menyerangnya sedemikian parah, dimana telah mengeraskan hatinya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan dan Alkitab yang mengubahnya menjadi kepahitan yang menentang Kekristenan, baru saja memerbitkan sebuah buku yang berjudul, Farewell to God: My Reason for Rejecting the Christian Faith. Buku tebal, penuh ungkapan kekecewaan itu berusaha untuk menghancurkan iman kristiani, menyerang iman kristen dengan tuduhan-tuduhan sebagai, “ ketinggalan zaman, nyata-nyata tidak benar, dan seringkali, dalam berbagai manifestasinya, merugikan bagi pribadi-pribadi dan masyarakat. “

Kisah Billy Graham dan Charles Templeton diatas, jelas sekali menggambarkan, bahwa pada satu titik tertentu iman kita akan mengalami suatu tantangan, yang akan memberikan pilihan, mempertahankan atau meninggalkan ! Inilah yang mungkin dinamakan krisis iman ! Pasti banyak diantara orang-orang kristen yang mengalami krisis iman, dan tidak menemukan jawaban-jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan mengenai iman yang selama ini diyakininya ! Banyak dari mereka yang mengalami krisis iman kemudian kalah dan mengeraskan hatinya seperti Charles Templeton, dan kemudian meninggalkan iman kristennya dan entah memeluk iman keyakinan agama lain, menjadi agnostik atau ateis ! Tetapi banyak juga dari mereka yang mengalami krisis iman tetapi kemudian tetap menang walaupun tidak mendapatkan semua jawaban yang diinginkan, dan setelah itu menjadi lebih kuat dan yakin akan iman kristennya, karena menaklukkan hati dan pikiran mereka dibawah otoritas Roh Kudus, dan tetap percaya bahwa iman kristiani yang mereka yakini adalah tetap yang terbaik bagi mereka, seperti yang dialami oleh Billy Graham !
Jadi pernahkah anda mengalami krisis iman ? Apakah sekarang ini anda dalam kondisi kalah, dan berniat untuk meninggalkan iman kristiani yang telah anda yakini ? atau jangan-jangan anda telah menjadi skeptis dan meninggalkan iman kristen ! Kalau anda dalam kondisi seperti ini, saran saya hanya taklukkan segala pikiran dan hati anda dibawah Roh Kudus, dengan mengingat bahwa kita hanyalah manusia yang serba terbatas sementara Allah adalah tidak terbatas, sehingga kita tidak mungkin menyamai cara berpikir dan bertindak seperti Allah.

1 komentar: